Selasa, 28 Oktober 2014

BANGUNAN EKOLOGI



 Bangunan Ekologi

Ekologi adalah ilmu  yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.



Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.



  


Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :



a.      Fluctuation

    Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didesain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.



b. Stratification

   Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.



c. Interdependence (saling ketergantungan)

   Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.



Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memanfaatkan alam sebagai berikut :

  • Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas, angin dan hujan.
  • Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin.
  • Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan
  • Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat banyak energi.
  
Cara membangun yang menghemat energi dan bahan baku :


1. Perhatian pada iklim setempat penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim pembangunan yang menghemat energi orientasi terhadap sinar matahari dan angin penyesuain pada perubahan suhu siang-malam.


2. Subsitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Meminimalisasi penggunaan energi untuk alat pendingin Menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Optimalisasi penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui saha memajukan penggunaan energi alternatif Penggunaan energi surya.


3. Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang menghemat energi Memilih bahan bahan bangunan menurut penggunaan energi Menghemat sumber bahan mentah yang tidak dapat diperbaharui Minimalisasi penggunaan sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui Upaya memajukan penggunaan energi alternatif Penggunaan kembali sisa-sisa bangunan (limbah)Optimalisasi bahan bangunan yang dapat dibudidayakan.


4. Pembentukan peredaran yang utuh di antara peneyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, dan air Gas kotor, air limbah, sampah, dihindari sejauh mungkin Menghemat sumberdaya alam (Udara, air, dan tanah) Perhatian pada bahan mentah dan sampah yang tercemar erhatian pada peredaran air bersih dan limbah air.


5. Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi Memanfaatkan/ mengguanakan bahan bangunan bekas pakai. Menghemat hasil produk bahan bangunan.Mudah dirawat dan dipelihara Produksi yang sesuai dengan pertukangan hipotesis Gaia.


Yang paling berpengaruh kepada dasar perencanaan arsitektur masa depan adalah Hipotesis Gaia sebagai berikut : Kehidupan bukan menciptakan lingkungan menurut kebutuhannya, dan kehidupan bukan faktor penentu, melainkan sistem keseluruhan termasuk lingkungan dan kehidupan.

 Bangunan Vernakular

Indonesia merupakan komplek kepulauan terbesar didunia yang memiliki beragam sistem budaya etnik dan memiliki wilayah budaya dengan bermacam-macam manifestasi kebudayaan. Warga masing-masing budaya etnik menyerap sebagian besar bagian-bagian budaya  itu sehingga membentuk kepribadian atau “jati diri”.




 Masyarakat etnik di Indonesia terdapat lebih dari 17 suku. Inti sistem budaya etnik adalah suatu sistem kepercayaan keagamaan. Sistem nilai keduniawian yang perlu dilakukan oleh anggota masyarakat etnik dinyatakan dalam sistem sistem normatif.  Didalam sistem normatif ditetapkan perilaku perilaku aggotanya. Setiap anggota masyarakat etnik diharapkan bertindak sesuai dengan  norma-norma Adatnya. Norma-norma dan adat selanjutnya akan berpengaruh terhadap citra lingkungan dan arsitekturnya.



Norma, Adat, Iklim, Budaya, potensi bahan setempat akan memberikan kondisi pada pengembangan Arsitektur Alam, Arsitektur Rakyat. Arsitektur Rakyat tersebut secara langsung telah mendapatkan “pengakuan” masyarakatnya karena tumbuh dan melewati perjalanan pengalaman “trial and error“ yang panjang . Arsitektur Rakyat yang dirancang oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan tersebut, mengandung muatan dan nilai jati diri yang mampu menampilkan rona asli, berbeda-beda dan bervariasi. Arsitektur ini sangat dekat dengan budaya lokal yang umumnya tumbuh dari masyarakat kecil.



Dalam perkembangan kemudian masyarakat kecil tersebut bergabung dengan masyarakat yang lebih besar, tetapi menuntut hadirnya arsitektur yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan yang telah meningkat dan tidak mampu terjawab oleh Arsitektur Rakyat. Guna menjawab tuntutan tersebut, Arsitektur Rakyat dikembangkan oleh masyarakatnya melalui sentuhan arsitek dan akhirnya lahir Arsitektur Vernakular.



Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya. Vernakular, berasal dari vernacullus yang berarti lokal, pribumi. Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama sehingga sikap bentuknya akan mengakar. Latar belakang indonesia yang amat luas dan memiliki banyak pulau menyebabkan perbedaan budaya yang cukup banyak dan arsitektur merupakan salah satu parameter kebudayaan yang ada di indonesia karena biasanya arsitektur terkait dengan sistem sosial, keluarga, sampai ritual keagamaan.

Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab kebutuhan Manusia dan mengangkat derajat hidupnya menjadi lebih baik, sehingga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan Kebudayaan. Arsitektur itu sendiri adalah buah daripada Budaya.



Kebudayaan pada hakekatnya adalah manifestasi kepribadian masyarakat yang tercermin antara lain pada wadah aktivitas yang berwujud Arsitektur. Kebudayaan Indonesia sendiri bukan sesuatu yang padu dan bulat, tetapi tersusun dari berbagai rona elemen Budaya yang bervariasi, yang satu berbeda dengan yang lain karena perjalanan sejarahnya yang berbeda. Perjalanan sejarah Indonesia yang panjang membentuk sistem kebudayaan yang berlapis lapis.



Empat lapis Kebudayaan Indonesia terdiri atas :

  • Kebudayaan Indonesia aseli
  • Kebudayaan India
  • Kebudayaan Arab-Islam dan
  • Kebudayaan modern Eropa-Amerika.

Konfigurasi lapis kebudayaan yang berbeda-beda tersebut bertaut dalam kesatuan kebudayaan Indonesia dengan berbagai penjelmaannya yang sering disebut dengan Budaya Nusantara.



Faktor yang mempengaruhi banyak arsitek untuk mengadopsi vernakularisme adalah keinginan untuk menciptakan lagi hubungan dengan karakter dasar hakekat bangunan, pewarisan kebudayaan dan Jati Diri.



Jati diri atau identitas merupakan “jejak” yang ditinggalkan oleh peradaban , bergerak sejalan dengan sejarah, dan merupakan sebuah “proses” yang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi bertolak dari logika yang diikuti oleh masyarakatnya. Jati diri lahir dan tumbuh dari pengertian terhadap diri sendiri dan masyarakat lingkungannya.



Arsitektur Vernakular dan jati diri bersama tumbuh dari aspirasi rakyatnya dan mengacu pada masalah masalah yang nyata ,tentang lingkungan, iklim dan aspirasi. Dalam hal ini Iklim merupakan faktor yang penting, karena iklim membantu menentukan “bentuk”, baik secara langsung maupun dalam aspek budaya dan ritual.



Arsitektur Vernakular mengandung kesepakatan yang menanggapi secara positif terhadap Iklim disamping terhadap Ruang-Waktu dan Budaya. Arsitektur ini juga memberikan prinsip dan simbol masa lalu untuk dapat ditransformasikan kedalam bentuk bentuk yang akan bermanfaat bagi perubahan perubahan tatanan sosial masa kini. Kesempatan ini memberi peluang bagi arsitek untuk mencermati potensi positip masa lalu yang diwakili oleh arsitektur Vernakular tersebut khususnya dalam menyikapi modernisasi. Dengan demikian morfologi Arsitektur Indonesia tidak menyerah pasrah terseret arus globalisasi-modernisasi dengan semena-mena. Penggarapan yang inovatif telah banyak memberikan sumbangan alternatip terhadap gerakan modernisasi arsitektur di Indonesia menuju tujuan identitas Nasional yang modern.



Pada hakekatnya gaya-gaya import dicoba untuk dihindarkan atau tidak semena-mena ditiru, tetapi perlu disaring dan dipertimbangkan terhadap elemen elemen, jiwa, gaya arsitektur lingkungan setempat. Proses integrasi ini memerlukan pengenalan yang cukup, karena hal ini sangat mendasar khususnya bagi kontinuitas dan usaha meningkatkan kembali gairah yang akan memperkaya variasi inovasi arsitekturnya.



Arsitek Indonesia perlu berusaha mengurangi secara konseptual tiruan tiruan yang lemah dari gaya Internasional dan membantu memperkuat usaha menuju Arsitektur Indonesia Modern yang masih memiliki identitas Nasional.



Sumber :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar