Jumat, 06 November 2015

Tugas Softskill

Rencana Tata Ruang Wilayah Perlu Berwawasan Lingkungan

Klasifikasi penataan ruang di Indonesia perlu lebih memperhatikan wawasan lingkungan. Pemenuhan terhadap asas dan tujuan serta klasifikasi seperti yang diatur dalam UU Nomer 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang perlu dimaksimalkan. Dengan demikian, penataan ruang benar-benar mampu mengakomodasi permasalahan yang berkembang lebih kompleks seiring dengan perkembangan jaman. Demikian terungkap dalam Seminar Nasional "Implikasi UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 Terhadap Pembangunan Kota dan Wilayah yang Berwawasan Lingkungan" di Gedung Widyaloka UB, Rabu (29/4). Acara yang digagas oleh Fakultas Teknik UB ini menghadirkan Staf Ahli Kementrian Pekerjaan Umum Ir. Imam S. Ernawi, Staf Ahli Bappenas Bidang Tata Ruang dan Kemaritiman Dr. Ir. Son Diamar, dan Kepala Kedeputian Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Ir. Nur Hidayat Dipl. Ing. Imam Ernawi menjelaskan permasalahan dalam penataan ruang ialah menjaga agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana penataan ruang yang dibuat . UU penataan ruang yang ada saat ini memiliki dua dimensi yaitu spasial dan sektoal. "Spasial mengatur pelaksanaan penataan ruang lintas wilayah, dan sektoral mengatur sektor-sektor keseluruhan", ujar Imam Ernawi. Menurut Imam Ernawi, untuk mensinergikan kedua dimensi tersebut, perlu pendekatan penataan ruang berdasarkan pengembangan wilayah. Berdasarkan pendekatan tersebut, penataan ruang disusun mulai dari tingkat nasional, regional, provinsi, kabupaten/kota serta kawasan/lingkungan. Imam Ernawi mengingatkan agar perencana tata ruang tetap memperhatikan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH). "30 persen ruang harus dialokasikan untuk RTH", tuturnya.

Saling Dukung
Sementara itu Son Diamar menyampaikan perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2007 terkait dengan pemanfaatan potensi ruang. Perencanaan ruang yang diinisiasi oleh kesepakatan stakeholder harus memperhatikan keberlanjutan ekonomi, sosial, lingkungan, dan ekologi. Munculnya permasalahan-permasalahan terkait pemanfaatan ruang menurut Son Diamar bisa jadi karena faktor kesalahan data terkait potensi wilayah. "Bisa jadi suatu wilayah memiliki potensi tambang, tapi juga telah menjadi wilayah penduduk. Seperti di Porong itu", ujarnya. Hal itu tentunya menuntut perhitungan yang matang terkait optimalisasi potensi wilayah tersebut. Pendapat Son disepakati oleh Nur Hidayat yang mengatakan potensi wilayah harus ditelusuri dari berbagai aspek potensi. Tidak hanya kontur wilayah, tetapi juga potensi ruang bawah tanah yang memungkinkan untuk dimaksimalkan. "LAPAN sangat terbuka untuk membantu semua pihak jika ada yang membutuhkan data peta, baik terkait pengembangan wilayah maupun akademis. Jadi bisa saling dukung karena merencanakan wilayah juga perlu peta", tuturnya. Son juga mengusulkan, ke depan pemerintah perlu meningkatkan pengadaan rumah susun terutama d perkotaan. Menurutnya, pembangunan rumah susun di wilayah padat penduduk memiliki banyak keuntungan dan bisa membantu menyelesaikan masalah kependudukan. Selain efisien terhadap ruang, sisa wilayah bisa dipergunakan untuk bisnis. "Ganti rugi masyarakat bisa diberi saham pemanfaatan ruang bisnis. Ini yang namanya membangun tanpa fasilitas negara", tuturnya.

Sumber : http://prasetya.ub.ac.id/berita/Rencana-Tata-Ruang-Wilayah-Perlu-Berwawasan-Lingkungan-3170-id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar