Rabu, 27 Januari 2016

Ruko Roboh Akibat Pelaksana Proyek Langgar UU Jasa Konstruksi





Kasus robohnya ruko di Samarinda, Kalimantan Timur, belum lama ini mendapat perhatian serius dari Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi). Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukma Karumpa mengatakan, saat ini timnya tengah bekerja mengumpulkan fakta-fakta lainnya di lapangan. Beberapa fakta awal menunjukkan, pelaksana proyek tersebut dilakukan oleh individu dan tidak mampu menunjukkan bukti kompetensi sesuai Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999. 

Yang mengejutkan adalah pelaksana bangunan tersebut di kerjakan oleh perorangan yang tidak memiliki bukti kompetensi yang di wujudkan dengan sertifikat keahlian,” papar Andi Rukman. Atas temuan itu, Gapensi mendesak agar aparat bertindak tegas kepada pelaksana proyek.

Menurut Undang-Undang RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Bab I Pasal I yang berbunyi, pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.

Pada Bab III Pasal 8 yang berbunyi, perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus :
1. Memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi.
2. Memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.

Dan pada pasal 9 berbunyi :
1. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.
2. Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
3. Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
4. Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.

Sebelumnya, Kepolisian Kota Samarinda, Kalimantan Timur, masih memeriksa 12 orang saksi kasus robohnya sebuah ruko di Samarinda, pada Selasa lalu. Saksi yang telah diperiksa ialah buruh, tukang, pemborong, dan pengawas bangunan. Namun, penyidik belum menetapkan satupun tersangka.
Penyidik tengah memanggil pemilik perusahaan kontraktor PT.Firma Abadi yang beralamat di perumahan Galaxy Bumi Megah Blok E6/17, Surabaya, Jawa Timur. Pada hari yang sama, penyidik juga menjadwalkan memeriksa pemilik bangunan, Yuliansyah Ghazali.

Menurut Undang-Undang RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Bab VI Pasal 26 yang berbunyi :
1. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.

Hingga kini sudah terdapat tujuh korban meninggal dunia yang berhasil dievakuasi dari reruntuhan bangunan. Diduga tersisa lima korban lagi yang masih tertimbun puing-puing bangunan. Korban Tewas yang sudah ditemukan adalah empat orang asal Trenggalek, Jawa Timur, yaitu Kasiran, 50 tahun, Kadori, 35 tahun, Abdul Makrub, 29 tahun, Sugiyanto, 25 tahun, serta tiga orang asal Ponorogo, masing-masing ialah Sujarwo, 45 tahun, Surani, 29 tahun, dan Toyo, 45 tahun.

Menurut Undang-Undang RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Bab X Pasal 41 yang berbunyi, Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.

Dan Pasal 42 yang berbunyi :
1. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa :
a)      peringatan tertulis;
b)     penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c)      pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d)     pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e)      pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
2. Sanksi adm inistratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :
a)    peringatan tertulis;
b)   penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c)    pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d)   larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e)    pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f)     pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
3. Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dan Pasal 43 yang berbunyi :

1. Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
2. Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.
3. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar